Man to Man Marking dan Long Passing Bersemi Lagi

Lawan berusaha menutup ruang pertahanan yang bisa dimanfaatkan Lionel Messi.
Lionel Messi berusaha merangsek di pertahanan akhir lawan. (chantrybee/CC BY 2.0)

Konsep taktik dan strategi di sepak bola biasanya selalu berulang. Walau evolusi tetap terjadi, sebuah taktik dan game plan tertentu tiba-tiba bisa kembali ramai digunakan setelah sempat menghilang.

Misalnya seperti yang terjadi dengan gaya bertahan man to man marking. Gaya bertahan lawas yang bersandar pada teknik individu ini sebenarnya sudah ditinggalkan oleh praktik sepak bola sejak awal 1990-an dan makin “punah” pada awal 2000-an.

Dunia sepak bola mulai gandrung pada praktik zonal marking atau pertahanan zona. Dan zonal marking pun sudah bertahan selama dua dekade.

Man to Man Marking

Kini, zonal marking tak sendirian. Beberapa tim, terutama di tingkat elite Eropa, mulai mengombinasikan dengan pertahanan man to man dalam satu pertandingan.

Continue reading “Man to Man Marking dan Long Passing Bersemi Lagi”

Kenapa Skill dan Sinar Pemain Indonesia Mudah Pudar

Pemain Indonesia kekurangan durasi latihan, skill pun terpengaruh. (EA Sports FIFA/CC BY-NC-ND 2.0)

Rasa penasaran saya rupanya juga dialami oleh beberapa orang di Twitter. Kami sama-sama heran mengapa pemain Indonesia mudah turun pamor alias skill-nya cenderung turun relatif cepat. Dengan kata lain, seorang pemain Indonesia yang sempat berstatus bintang, statusnya hanya bertahan selama 2-3 musim atau tahun.

Atau lihatlah di timnas. Seorang pemain yang sempat menjadi pemain inti, tak lama kemudian menghilang. Boro-boro dimainkan, dipanggil untuk mengikuti seleksi pun belum tentu.

Pemanggilan pemain ke timnas memang tidak melulu karena skill dan recent form. Bisa saja pelatih tak suka dengan gaya bermainnya, sebuah faktor like and dislike yang biasa melekat pada arsitek timnas. Tapi timnas juga punya sekelompok pemain yang langganan, walau pelatih berganti karena skill mereka bertahan di level atas cukup lama. Ini bisa kita lihat melalui materi timnas-timnas mapan dunia, bahkan setidaknya era timnas Indonesia pada 90-an atau awal 2000-an.

Di luar timnas, top of mind terhadap pemain tertentu di liga juga bisa menjadi ukuran (benchmark). Dulu seorang pemain bisa bertahan menjadi satu di antara yang ngetop dan menjadi pembicaraan. Tapi dalam waktu relatif cepat, pamor dan skill sang pemain justru turun ke level semenjana atau setara dengan pemain kebanyakan.

Continue reading “Kenapa Skill dan Sinar Pemain Indonesia Mudah Pudar”