Wasit Matteo Trefoloni jelas membuat blunder waktu memimpin pertandingan Liga Champions antara Aalborg (Denmark) dan tuan rumah Glasgow Celtic (Skotlandia). Signor Italiano itu salah memberi kartu merah. Harusnya untuk Michael Jakobsen, justru diberikan kepada Michael Beauchamp. Untung, sekarang hukuman itu sudah dikembalikan ke porsi sebenarnya.
Tapi insiden ini menarik.
Pasca pertandingan, Beauchamp diwawancarai tv Sky Sports. Dia mengaku kecewa mendapat kartu merah (yang salah). Tapi dia juga pasrah karena itu biasa terjadi dalam pertandingan.
Sementara di markas Sky, ada tiga pelatih beken yang jadi komentator — Glenn Hoddle, Ruud Gullit dan Graeme Souness. Secara umum komentar mereka mirip dengan Beauchamp. Sedangkan Souness agak heran kenapa Trefoloni langsung mempercayai keterangan asistennya, meski juga maklum karena tekanan suara penonton dan tensi pertandingan bisa bikin wasit gugup.
Untuk kesekian kalinya saya terkesan. Wasit jelas salah, tapi pelaku bola di Eropa sangat jarang memojokkan wasit. Nggak perlu ada pencak silat di lapangan. Nggak perlu juga mendorong-dorong wasit atau berteriak seperti orang kalap. Selain ada aturan tegas yang melindungi wasit dan kelompoknya, pihak yang dirugikan juga punya jalur untuk banding. Intinya, ada mekanisme sendiri buat ngurus kesalahan seperti itu.
Jika insiden itu terjadi di Indonesia, saya yakin wasit akan jadi sasaran tinju. Hukum rimba otomatis berjalan. Seakan-akan wasit memang pantas dihajar. Cuma dia yang salah, sementara pemain, pelatih, manajer tim adalah malaikat. Sedangkan sang penonton menjadi raja rimbanya dan sang raja boleh bikin apa saja. Jika di lapangan justru terjadi kebalikannya, jalur di PSSI justru macet. Memang serba salah.
kalau ak jd yg dapat kartu merah salah, wis tak jotos
LikeLike
apa sih yg gak di indonesia?!? *geleng-geleng*
LikeLike
yah begitulah 🙂
LikeLike
liga indonesia cen spesial , ada pencak silat ada tinju ada street figth juga hahaha
LikeLike
masalahnya bukan wasitnya tapi ada banyak hal dibelakang keputusan2 wasit, apakah itu 😀 nah loh!
LikeLike
komentar anang adalah tipologi asli indonesiah…
Semoga sampean jadi wasit bal-balan mas..hehehehe
LikeLike
wasit juga manusia ya sam… 😀
LikeLike
Wasit juga manusia :))
Beberapa waktu lalu ada juga wasit dari inggris yang memberi 2 kartu kuning pada satu pemain tapi gak mengeluarkannya.*lupa siapa namanya*
Btw, dengar-dengar gaji wasit Indonesia naik ya? posting tentang itu saja sam, apalagi profesi wasit indonesia itu resikonya gede, salah-salah bisa sering masuk rumah sakit tuh. :))
LikeLike
Hidup arema!
loh, heh? hehehe
LikeLike
Lhaaa … nama nya aja indonesia mbak ….. negeri berkembang
LikeLike
selain jalan raya, potret sosial dan kultural indonesia mungkin tecermin di bal-balan(dari pengurus, pemain, sampai penonton — dan semua pihak yang berkepentingan dengan bal-balan).
LikeLike
indonesia..????
penonton pun bisa jadi wasit…!!!!
*pengalaman pribadi*
LikeLike
Wasit ditinju pemain lama2 krg menarik. Yg ditunggu2, wasit ninju pemain.
LikeLike
mengapa ndak dibubarkan saja ya?
LikeLike
itulah mas, mengapa liga kita tak bisa mendunia, meski seperti sampeyan bilang banyak yang bisa main bal-balan….
LikeLike
“Sementara di markas Sky, ada tiga pelatih beken yang jadi komentator — Glenn Hoddle, Ruud Gullit dan Graeme Souness. ”
>>> mantan pelatih bukan???
LikeLike
Bukannya di situ letak ke-khas-an sepakbola kita?
😆
LikeLike
nah, lihat saja komentar nomor satu di atas. itulah cermin pemain sepakbola endonesia. belum jadi pemain saja sudah mengandaikan akan menjotos wasit kalo sang pengadil itu melakukan kekeliruan. dia pikir sepakbola adalah permainan kaum tak beradab. oalah anang… anang…! 😛
LikeLike
wasit juga manusia, hehehe…
LikeLike
kalo gue ga bakal njotos wasit koq kalo dikasi kartu merah. Paling2x ngajak penonton koor “wasit goblok…. wasit goblok…. wasit goblok….” hehehe
btw, gue salut ama konsistensi tulisan mas Hedi nih. Slalu setia sama bola. Keren 🙂
LikeLike